Pharmacist?
Menurut kamu apa sih Apoteker itu?
Lalu kenapa kamu bisa jadi seorang Apoteker?
Hmm.. sebenernya gak pernah terpikirkan sedari kecil buat jadi seorang pharmacist, waktu SD pun kalo dapet pertanyaan apa cita-citamu? Paling saya jawabnya yah sama yang sering jadi jawaban orang-orang, Presiden,Polwan, Dokter. Apoteker? Apaan tuh, bahkan sepertinya baru baru ini aja saya sedikit paham apa sih Apoteker? Apa sih Pharmachist? Dulu yang saya tau seorang farmasi itu ya kerjaannya ngeracik obat dan jaga apotek, lalu kenapa kamu tertarik?
Sedikit lupa sih gimana jalannya bisa nyemplung ke dunia farmasi, kayaknya awalnya itu karena disodorin iklan dikoran mengenai pendaftaran masuk SMK farmasi dengan labelling kalo masuk SMK itu ujung-ujungnya cepet aja dapet kerjaan. Nah lulus nih kan dari SMK farmasi (SMK S 16 Farmasi Bhakti Nusa Bengkulu), sibuk sibuknya nyari tempat kuliahan tapi saya seperti masih bingung gitu jalan mana yang harus di ambil lanjut kembalikah kejalan ini? Atau mesti ambil jalan yang lain?. Akhirnya, karena pikiran saya waktu itu yang namanya kuliah yah ujung-ujungnya juga palingan nyari kerja, sedangkan kalo di Provinsi tempat saya tinggal bidang yang saya ambil itu masih dibilang minimlah dibandingkan jurusan kesehatan yang lain, sedangkan kalo buat kuliah kedokteran yah saya yakin gak cukup mampu baik otak maupun biaya. Nah, akhirnya saya dapat surat dari Akademi Farmasi setempat yang intinya kalo saya memilih untu kuliah disana saya akan dengan mudah masuk tanpa tes, dan dengan potongan uang kuliah, so tanpa basa basi mendekamlah selama 3 tahun disana. Singkat cerita saya melanjutkan ke tingkat Sarjana (Institut Sains Teknologi Al-Kamal Jakarta) dan melanjutkan Apoteker di UAD (Universitas Ahmad Dahlan Yogayakarta).
Tetapi, kurang dari 9 tahun nyemplung di ranah pendidikan farmasi setiap saat selalu merasa Ilmu kefarmasian yang saya dapatkan masih minim sekali, entah karena waktu kuliah ogah-ogahan kali ya. Jurusan yang saya ambiil pada saat Profesi adalah Industri Kefarmasian, alasan kenapa saya memilih itu karena di fikiran saya keren mungkin ya kalo jadi wanita karir yang kerja di kantoran, kerja pakai baju necis, dengan high heels dan makeup yang bikin fresh, walaupun nyatanya sekarang saya ada diranah orang-orang klinis kerja di pulau terpencil pakai seragam yang kadang gak disetrika karena listrik belum masuk, high heelspun hanya impian karena jalan kaki ke puskesmas pakai sandal jepit tapi lucunya walaupun begitu makeup jarang sekali terlupakan.
Jadi ceritanya sekarang saya kerja di Puskesmas sebagai Apoteker, Yah setidaknya untuk dua tahun ini saya merasakanlah betapa nikmatnya menjadi pegawai Puskesmas. Jobdesk saya di Puskesmas itu menghitung pemakaian dan pengeluaran obat dipuskesmas, pelayanan kefarmasian ke pasien, selain kegiatan-kegiatan kefarmasian yang lain, juga ikut serta dalam kegiatan Posyandu serta Program-Program Nusantara Sehat.
Curhat sedikit nih sebagai Tenaga Kefarmasian kadang saya sendiri dibuat bingung loh *jujur. Puskesmas tempat saya kerja terbilang enggak terlalu sibuk aktifitasnya karena wilayah kerjanya itu merupakan daerah Kepulauan yang terdiri dari 6 pulau, kebayang dong gimana sulitnya orang-orang di Pulau mau berobat, memang ada 2 Pustu(Puskesmas Pembantu) dan 1 Poskesdes (Pos Kesehatan Desa) di 3 Pulau yang berbeda, namun hanya 1 Pustu yang aktif hal tersebut karena masih kurangnya Tenaga Kesehatan untuk melaksanakan Pelayanan Kesehatan. Pulau yang saya tempati Pulau Marit namanya dihuni kurang lebih 800 jiwa, masyarakat yang berobat ke Puskesmas paling banyaklah sehari sekitar 20 orang, rata-rata per hari itu 10 orang, Puskesmas beroperasi disetiap hari kerja pukul 08.00-14.00 untuk hari senin-kamis dan 08.00-12.00 di hari jumat dan sabtu. Gimana? Kebayang gak sepi/ramainya Puskesmas pulau marit? Hehehe. Tenaga Kesehatan yang ada di Puskesmas ini yang terbilang aktif ya, 4 orang perawat, 1 orang Bidan, 1 Tenaga Gizi, 1 Tenaga Kesling, 1 Tenaga SKM include 6 orang Nusantara Sehat termasuk saya. Begitulah gambaran kegiatan saya di Puskesmas, selain itu juga terkadang pekerjaan saya dispensing konseling obat kepada pasien dilakukan oleh tenaga Bidan atau Perawat, mungkin karena terkadang sudah bingung mencari cari pekerjaan yang bisa dilakukan di Puskesmas. Tapi kembali lagi ke pertanyaan siapa sebenarnya yang memiliki wewenang? Cuman terkadang saya ambil nilai posiitifnya saja “oh syukurlah, pekerjaan saya akan terasa lebih ringan lagi”. Selain itu di kabupaten ditempat saya berdiri mungkin Apoteker bisa dihitung dengan jari, bahkan lebih sedikit dari jumlah Apotek yang ada? Lalu bagaimana regulasinya? Saya juga kurang paham mengapa bisa seperti itu. Karena kurangnya tenaga Farmasi maka Dokter, Perawat dan Bidanlah yang melakukan Dispensing bahkan untuk kategori obat Keras dan Psikotropik jelas berjamur, yang melakukan dispensing obat di Apotekpun pernah saya jumpai di Pulau Tello adalah Perawat, lalu kemana lulusan lulusan SMK Farmasi, Akademi Farmasi, Sarjana Farmasi dan Apoteker yang katanya sudah menjamur di Indonesia Raya ini?
Akhir-akhir ini saya seperti merasa krisis percaya diri, kadang masih sering saya bolak-balik buku farmakologi untuk sekedar mengingatkan diri saya kamu belajar ilmu kefarmasian kurang lebih 9 tahun loh Ni, memang Dokter, Perawat dan Bidan mungkin tahu mengenai cara pemberian obat, cara pemakaian obat, tapi apa mereka belajar/tahu bagaimana cara pemilihan bahan baku obat?, proses pembuatan obat? Bagaimana nasib obat di tubuh pasien? Hingga interaksi Obat dan lain sebagainya. Masalah tahu/belajar untuk lulus menjadi seorang apoteker sekalipun memang sudah dituntut untuk setidaknya memahami hal-hal tersebut.
Disinilah, didunia kerja kita benar-benar diuji bukan oleh dosen tapi diuji oleh janji-janji yang kita sumpahkan untuk bisa melakukan kegiatan kefarmasian yang sesuai dengan norma dan aturan yang ada. Contoh kecilnya, Apoteker mana yang tidak merasa miris melihat antibiotik dikonsumsi oleh pasien seperti kacang goreng? Inti dari tulisan ini sebenarnya seperti yang saya jelaskan tadi, akhir-akhir ini saya merasa krisis percaya diri, bukan menjadi egois dan bukan juga menyudutkan pihak manapun dari hal hal yang bisa saya kutip, karena disini kitalah penyebabnya “Kurang Menunjukan Eksistensi” terkait berapa kebutuhan tenaga kefarmasian disetiap daerah saya kurang paham, contohnya di Kabupaten Nias Selatan, Khususnya daerah Kepulauan Apoteker kurang dari 5 orang dan Asiten Apoteker kurang dari 10 orang, angka yang sangat kecil bukan dibanding dengan keberadaan tenaga kesehatan lainnya yang berjamur. PAFI,IAI, saya rasa juga tidak akan terbentuk jika tidak ada dorongan dan kemauan sebagai bentuk perwujudan penguatan profesi di daerah setempat.
Terkait dengan pertanyaan diatas Apasih Apoteker itu? Semoga kita menjadi Apoteker yang memang capable disebut sebagai seorang Ahli Obat. Kenapa bisa menjadi seorang Apoteker? Semoga jawaban saya hari ini dan seterusnya adalah dengan menjadi Apoteker, ilmu dan apa yang saya dapatkan bisa menjadi berguna untuk orang lain.
Tenaga Farmasi dan Apoteker yang menjamur di perkotaan, yuk jangan takut ke pinggiran Indonesia sekalipun, banyak yang mebutuhkan kehadiran pelakon di balik layar yang murah hati seperti kalian. Ingat Obat Ingat Apoteker.
Komentar
Posting Komentar