DESIS GERIMIS
(1)
di sini hujan, maka
aku awan yang ingin
menghujanimu dengan bunga.
tapi kau di kutub utara.
di sana dingin menjadi ingin.
maka aku pun ingin,
ingin menjadi bunga.
jangan! ini tantangan yang salah.
di sini bunga menjadi dinagin.
jadi kita pergi saja.
ke negara para peri. di sana
matahari bersinar di malam hari.
(2)
kalau hati ini serupa kotak persegi empat, aku tak tahu
di sekat sebelah mana dirimu harus kuletakkan.
karena kau angin dan aku hujan yang tak pernah sungkan
mengguyur tubuhmu yang terperangkap awan.
lalu cepat mengalir sebelum kau sempat berdesir.
karena aku tak mau diserap matahari sampai jujur
telanjang di hadapan terang. rupanya kita harus diam.
di tempat yang kita sembunyikan, di sungai abadi
yang menghanyutkan bunga sedih. hanya kita
yang bisa mengintip gerimis di sana, dari sini.
(3)
segerombolan daun kering berputar seperti hujan menciptakan
selajur rajut yang kejar mengejar. mataku berkerjap-kerjap
menghindari angin, yang menyapukan satu denyut, yang
bertubu
memukul tubir bibir. lalu...
kau terus mengusahakan waktu. yang berjingkat dari: tiga
puluh satu,
satu, dua, tiga, dan seterusnya. artinya biji-biji gerimis masih saling deras.
artinya baterai jam dindingku masih memacu jarum-
jarum hujan.
artinya terima kasih, saya selalu diingatkan. lalu...
kupercaya satu getar itu akan kita tutup sampai tetap satu
seperti semula.
mereka bukan kisah yang tertunda.
itu titik yang pernah kauamati
dengan cermat lalu kusambar dengan cepat.
(4)
angin menghempas gerimis. tetapi daun jendela menadah
basah dengan tabah. dengarkah, atap meratap seperti derai
biji padi yang tersedu?
"itulah hujan," ada degup berbisik. hanya bisik. karena
degup sudah terlalu nyaring untuk telinga. hanya bisik.
karena degup tidak mau bersaing dengan bising.
hanya bisik. karena hujan adalah rahasia yang kami bisukan
rahasia di antara: aku, degup dan hujan.
(bukankah bertiga sudah terlalu banyak?)
langit tak berlubang. tetapi terus mencucurkan jarum-jarum
patah. warna keperakan berjatuhan dari sanan. mereka
bergelombang, susul menyusul, kejar mengejar, sampai
aku tak mampu berkelit dari lembar lebam yang melilit.
"apakah mereka juga hujan?" aku ingin mengantonginya.
pasti tak ada yang tahu kecuali kami bertiga:
aku, degup dan hujan. (apakah bertiga sudah cukup?)
oh ternyata yang tersedu-sedu itu adalah rindu uang tergelincir
dari daun ke daun, pucuk ke pucuk, ranting ke ranting kenangan
jadi, biarkan saja. sebaiknya kami tidak mempersulit kerinduan.
(5)
sehelai daun terapung di kolam.
menengadah pada yang nun jauh.
cobalah, kita menerka apa yang diharapkannya
tetapi yang disana masih tetap langit.
ia belum menjelma air kolam yang menerkam
atau air hujan yang menikam.
sehingga ia masih tetap daun yang terapung,
yang masih tetap tengadag, yang masih tetap pilu
ketika serat-seratnya mengairi kolam.
yang masih kaupikirkan bagaimana bisa..
di sini hujan, maka
aku awan yang ingin
menghujanimu dengan bunga.
tapi kau di kutub utara.
di sana dingin menjadi ingin.
maka aku pun ingin,
ingin menjadi bunga.
jangan! ini tantangan yang salah.
di sini bunga menjadi dinagin.
jadi kita pergi saja.
ke negara para peri. di sana
matahari bersinar di malam hari.
(2)
kalau hati ini serupa kotak persegi empat, aku tak tahu
di sekat sebelah mana dirimu harus kuletakkan.
karena kau angin dan aku hujan yang tak pernah sungkan
mengguyur tubuhmu yang terperangkap awan.
lalu cepat mengalir sebelum kau sempat berdesir.
karena aku tak mau diserap matahari sampai jujur
telanjang di hadapan terang. rupanya kita harus diam.
di tempat yang kita sembunyikan, di sungai abadi
yang menghanyutkan bunga sedih. hanya kita
yang bisa mengintip gerimis di sana, dari sini.
(3)
segerombolan daun kering berputar seperti hujan menciptakan
selajur rajut yang kejar mengejar. mataku berkerjap-kerjap
menghindari angin, yang menyapukan satu denyut, yang
bertubu
memukul tubir bibir. lalu...
kau terus mengusahakan waktu. yang berjingkat dari: tiga
puluh satu,
satu, dua, tiga, dan seterusnya. artinya biji-biji gerimis masih saling deras.
artinya baterai jam dindingku masih memacu jarum-
jarum hujan.
artinya terima kasih, saya selalu diingatkan. lalu...
kupercaya satu getar itu akan kita tutup sampai tetap satu
seperti semula.
mereka bukan kisah yang tertunda.
itu titik yang pernah kauamati
dengan cermat lalu kusambar dengan cepat.
(4)
angin menghempas gerimis. tetapi daun jendela menadah
basah dengan tabah. dengarkah, atap meratap seperti derai
biji padi yang tersedu?
"itulah hujan," ada degup berbisik. hanya bisik. karena
degup sudah terlalu nyaring untuk telinga. hanya bisik.
karena degup tidak mau bersaing dengan bising.
hanya bisik. karena hujan adalah rahasia yang kami bisukan
rahasia di antara: aku, degup dan hujan.
(bukankah bertiga sudah terlalu banyak?)
langit tak berlubang. tetapi terus mencucurkan jarum-jarum
patah. warna keperakan berjatuhan dari sanan. mereka
bergelombang, susul menyusul, kejar mengejar, sampai
aku tak mampu berkelit dari lembar lebam yang melilit.
"apakah mereka juga hujan?" aku ingin mengantonginya.
pasti tak ada yang tahu kecuali kami bertiga:
aku, degup dan hujan. (apakah bertiga sudah cukup?)
oh ternyata yang tersedu-sedu itu adalah rindu uang tergelincir
dari daun ke daun, pucuk ke pucuk, ranting ke ranting kenangan
jadi, biarkan saja. sebaiknya kami tidak mempersulit kerinduan.
(5)
sehelai daun terapung di kolam.
menengadah pada yang nun jauh.
cobalah, kita menerka apa yang diharapkannya
tetapi yang disana masih tetap langit.
ia belum menjelma air kolam yang menerkam
atau air hujan yang menikam.
sehingga ia masih tetap daun yang terapung,
yang masih tetap tengadag, yang masih tetap pilu
ketika serat-seratnya mengairi kolam.
yang masih kaupikirkan bagaimana bisa..
Komentar
Posting Komentar