TAHUN KE TAHUN
ada sekuntum bunga terendap pot semalaman.
ia terbakar tetapi tak ada yang beranjak. semua kian lembap,
kian membusa. hanya mata-mata gerimis mengintai
kelopak tanpa bingkai yang kian membangkai.
ada lima anak burung kehujanan. sarangnya tertelungkup
reranting basah, dan gigil sayap-sayap. aih, aih, Pandawa.
beberapa hari kemudian, satu demi satu, harum nirwana
menguap dari paruh mereka yang tak lagi menciap-ciap
ada janji di dalam puisi. tentang kubah-kubah gundah.
kata-kata patah dan... gairah! gairah! kenakah gairah?
oh, tinggal kabar sepuing sajak yang terbakar memar,
yang nyala tanpa cahaya. sedang disini masih saja mawar.
ada senja gugur di beranda, lalu menggelinding ke dalam
kopi,
memantulkan serat wajah yang sarat raut puisi. di sana
aku terjerat kunang dan kenang, tersesat syahdu dan rindu,
duh, ternyata surga dekat dan sederhana.
ia terbakar tetapi tak ada yang beranjak. semua kian lembap,
kian membusa. hanya mata-mata gerimis mengintai
kelopak tanpa bingkai yang kian membangkai.
ada lima anak burung kehujanan. sarangnya tertelungkup
reranting basah, dan gigil sayap-sayap. aih, aih, Pandawa.
beberapa hari kemudian, satu demi satu, harum nirwana
menguap dari paruh mereka yang tak lagi menciap-ciap
ada janji di dalam puisi. tentang kubah-kubah gundah.
kata-kata patah dan... gairah! gairah! kenakah gairah?
oh, tinggal kabar sepuing sajak yang terbakar memar,
yang nyala tanpa cahaya. sedang disini masih saja mawar.
ada senja gugur di beranda, lalu menggelinding ke dalam
kopi,
memantulkan serat wajah yang sarat raut puisi. di sana
aku terjerat kunang dan kenang, tersesat syahdu dan rindu,
duh, ternyata surga dekat dan sederhana.
Komentar
Posting Komentar